Hidup Mengikuti Sifat Air


mengikuti sifat air





Tersisa beberapa bulan lagi menuju akhir tahun dan bulan lalu pun saya mengalami pertambahan usia. Ada banyak doa baik yang membuat saya bahagia termasuk juga ujaran-ujaran kecemasan dari orang lain semisal belum menikah dan lainnya. Namun, saya tak lagi terganggu. Hidup mengikuti salah satu sifat air membuat saya lebih tenang.

Air itu menenangkan, tetapi juga dapat menghancurkan. Bahkan, saya tidak terlalu suka pantai dan bepergian melintasi laut. Tidak semua sifat air saya suka seperti mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Saya juga tidak suka hidup mengalir seperti air.

 

Bukan Pengagum Air

Air menjadi sebuah frasa yang dimasukkan dalam peribahasa, seperti ‘air beriak tanda tak dalam’ dan ‘air susu dibalas air tuba, dan ‘bagai air di daun talas’.

Banyak di antara teman-teman saya yang menyukai pantai dan berenang di pinggiran laut ketika sedang berlibur. Saya kurang suka pantai karena panas, itu alasan yang sering saya kemukakan. Laut pun susah ditakar kedalamannya.

Laut itu indah, tetapi saya tidak suka dengan kedalamannya yang tidak terukur sampai perut bumi. Pengagum air bisa betah berlama-lama di kolam renang sementara saya yang hanya bisa meluncur di kolam karena merasa kalau berenang itu merepotkan dan membuat jari-jemari keriput.

Keanehan lainnya adalah ketika ada firasat kurang menyenangkan di dalam hidup, saya akan bermimpi jatuh ke dalam sungai atau melihat seseorang tenggelam. Saat harus melintasi laut atau selat, saya tidak benci dan tetap menikmati pemandangan, tetapi untuk meluangkan waktu khusus ke pantai pasti tidak menjadi prioritas.

 

Menyerupai Satu Sifat Air

Meskipun tidak menyukai sifat air yang cenderung tidak punya pendirian, ada satu sifatnya yang membuat saya kagum yaitu air mengikuti sifat wadah atau tempat.

Saya menghubungkannya dengan sifat adaptif. Ini pun tetap harus diikuti dengan logika karena jika hanya mengikuti sifat air tanpa pemahaman terhadap diri, maka kita hanya akan menjadi asyarakat homogen yang melupakan jati diri.

Rasa Air yang Tidak Berubah

Selama tidak dilakukan rekayasa kimia atau kejatuhan bangkai, sifat air yang mengikuti wadah atau tempat tetap memiliki rasa yang sama. Air laut tetap asin, air tawar jelas tidak punya rasa. Bukankah manusia sesharusnya bisa seperti itu?

Perjalanan-perjalanan sebagai traveler amatir yang saya lakukan di beberapa kota di Indonesia dan begara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, dan Singapura membuat saya belajar untuk mengikuti satu sifat air.

Saya terbiasa jadi lebih disiplin untuk tidak membuang sampah sembarangan di Singapura dan rajin memeriksa rute transportasi umumnya. Alih-alih mengeluhkan soal kendala bahasa, saya belajar bahasa Vietnam sedikit-sedikit agar tidak mudah ditipu scammer. Saya yang datang ke tempat itu, jadi sudah seharusnya saya mencari tahu cara beradaptasi.

Dengan belajar bahasa Vietnam sedikit-sedikit apakah saya jadi lupa jati diri sebagai orang Indonesia? Apalagi saya sangat mengagumi perkembangan Vietnam. Tentu saja tidak ada yang berubah. Saya masih lebih suka belajar dan membaca konten berbahasa Inggris dan Jepang. Nothing changes inside me.

 

mengikuti-sifat-air


Mudah Mendinginkan ‘Diri’ dan Kuat

Api ketika ditimpa air akan menjadi padam dan tidak bisa bertindak sebaliknya. Angin ketika mengenai air akan menjadi ombak dan gelombang pasang yang tinggi. Air akan membuat tanah kering menjadi basah dan tidak ada lagi debu beterbangan.

Air itu paling digdaya.

Bayangkan ketika kita menjadi manusia yang menyadari potensi serupa air. Kita mudah beradaptasi dan tidak mengubah sifat demi diterima orang lain.

Saat seseorang berusaha mengontrol kita, dengan sifat air, kita mampu ‘mendinginkan’ kepala. Jangan mengikuti sifat air yang mengikuti arus, tetapi lihatlah kemampuan adaptifnya ketika berhadapan dengan energi lainnya. Air mampu menggempur dan memadamkan sekaligus menyejukkan.

Air juga menjadi bagian tubuh manusia, kita bisa mati lebih cepat ketika dehidrasi. Mematikan, bukan?

(Baca Juga: Law of Attraction, Jika Ingin Menjadi Magnet Positif


Metamorfosis Berikutnya

Sekarang, saya pun belajar untuk memahami sifat-sifat air yang saya suka dan saya benci. Rupanya, ini menjadi bagian ketika belajar pengembangan diri.

Saya belajar teori 4 Tendensi hingga bisa berkomunikasi dengan tendensi berbeda dan membangun networking sebagai seorang penulis sekaligus life coach. Stoicism yang saya kagumi pun dapat mendinginkan kepala ketika muncul hasrat tinggi untuk merespons komentar ngawur orang lain.

Tentu saja saya belum menjadi orang bijak. Hanya saja, saya sekarang lebih mudah mengabaikan hal-hal yang tidak seharusnya saya beri perhatian penuh. Hidup mengikuti sifat air lalu mempelajari yang diperlukan itu butuh latihan. (Baca Juga: Skill Content Writer)

 

Tidak ada komentar