Kisah Cinta dalam Botol Plastik

Botol plastik itu terapung di atas laut. Melalui Samudera Pasifik selama hampir setahun. Mungkin jika aku menjadi ia, akan kuketahui banyak kisah menarik yang bisa kutuliskan. Bentuknya tak istimewa. Ia tak bernama. Sebelum dibuang di laut, seseorang telah melepas label merknya.
  
"Sampai kapan aku akan terapung tanpa tujuan, wahai Angin?'' tanyanya pada Angin yang menciptakan gelombang.
"Bersabarlah, kau harus bersabar sampai pesan itu tersampaikan.'' kata Angin dengan penuh kebijakan.

Botol plastik itu tak memiliki nama. Seseorang telah mencabut label merknya. Seorang perempuan muda. Matanya menitikkan embun sebelum kering disapu angin pantai yang menderu. Botol plastik bekas air mineral itu memiliki misi penting. Menyampaikan pesan untuk seseorang yang sedang tinggal di negara asing. Negara itu berkilo meter jauhnya. Tak ada alamat jelas. Perempuan itu percaya jika laut akan membawa pesannya.

"Perempuan itu berkhianat, kukira ia akan mengajakku berenang di laut, rupanya aku dibuang. Tanpa tujuan," omel si botol plastik pada ikan salmon yang berlalu di bawahnya.

"Ia tidak berkhianat, ia hanya kebingungan," tukas seekor salmon yang tertarik dengan celotehan botol malang itu.

Lalu mengalirlah cerita dari si botol plastik. Perempuan itu sedang menunggu kabar dari kekasihnya. Perempuan itu bertanya-tanya, mengapa ratusan email dan surat tidak pernah ada jawaban. Sudah pindahkah orang yang ditunggunya itu ke negara lain? Perpisahan yang dikatakan demi mencari masa depan gemilang, rupanya hanyalah janji. Perempuan itu merasa sial. Hatinya sudah terlanjur percaya pada mulut sang Lelaki bermata bulan.

"Katanya, mata lelaki itu sangatlah bersinar. hanya dia yang bisa menangkap sinarnya. Dalam dua tahun kepergian lelakinya, hanya setahun mereka saling bertukar kabar. Selebihnya, si Lelaki seolah tenggelam dalam kenangan. Berlalu tanpa pesan,"

"Itukah sebabnya, perempuan itu membuangmu dengan secarik pesan?" Salmon kebingungan.

"Ia terinspirasi dari cerita romantis jika pesan ini akan tersampaikan pada kekasih hatinya,"

Salmon menguap bosan. Kemudian ia berenang kembali ke laut dalam. Botol itu hanya pasrah. Pupus harapannya untuk menjadi botol bekas daur ulang yang cantik. Ia ingin menjadi hiasan tas atau pernak-pernik kerajinan daur ulang, cantik dan mahal seperti leluhurnya. Cahaya matahari membuatnya sadar. Cinta sama seperti cahaya. Terlalu terang maka matamu akan silau dan tak bisa melihat apa-apa. Terlalu kecil cahaya, maka yang kaudapat hanyalah bayang-bayang. Perempuan muda yang membuangnya tak terlalu cerdas dalam melindungi matanya, mata hatinya. Kekasih yang dekat dahulu membuatnya tak pernah bisa membedakan mana jujur dan dusta. Kekasih yang kini menjauh, mulai menjelma menjadi kabut yang akan hilang diusir Raja Surya.

Di tengah perjalanan membosankannya, Botol plastik jatuh hati. Ia jatuh hati pada ubur-ubur cantik berwarna ungu transparan. Nasib mereka sama. Menunggu ombak berbaik hati membawa mereka berkelana sampai tempat tujuan. Beberapa minggu, Botol hanya mengagumi dari kejauhan. Jarak semakin dekat dan,

"Aww, sial kenapa kau menyengatku?" ubur-ubur ungu itu memberi sengatan listrik pada tubuh Botol.

Tak ada jawaban. Karena ubur-ubur tidak dilahirkan untuk mengungkapkan isi hatinya. Botol plastik itu tersadar. Sama dari luar saja tidak cukup. Cinta membutuhkan persamaan hati dan frekuensi pikiran. Perbedaan aka menjadi keindahan, bukan sekedar serasi dalam pandangan. Dirinya memang terombang-ambing ombak, namun Botol plastik masih memiliki mimpi. Mimpi untuk mencapai daratan.

***

Seorang pemuda tertarik dengan secarik kertas yang tersimpan dalam botol plastik. Ia berjalan dengan langkah gontai. Dibacanya lalu. Embun itu mengalir juga. Surat itu sudah berlayar selama satu tahun penuh. Tak diduga sampai juga di pantai tempat ia mengasingkan diri.

"Aku mencintaimu, tapi saat pesan ini sampai padamu mungkin aku telah pergi mengejar  mimpiku. Entah apakah aku telah dipinang atau bisa jadi aku memilih sendiri sampai mimpiku tergapai. Maaf kau bukan prioritasku lagi. Kayla,"

Laki-laki itu paham. Luka apa yang telah sengaja ia torehkan. Ia di negeri asing ini bukan untuk mencari masa depan. Ia menjalani pengobatan. Hasilnya, hidupnya kini tinggal hitungan bulan. Sel ganas yang menggerogoti otaknya, tidak mampu menghapus janjinya. Janji cinta yang telah diakhiri dalam secarik pesan dalam botol plastik.

Sementara itu, Botol itu lega. Ia kini dibawa ke tempat kerajinan daur ulang untuk dibentuk menjadi hiasan bernilai mahal. Oleh tangan lelaki yang telah pupus cintanya.


4 komentar

Yulia mengatakan...

Nice short story :)

www.souvenirpernikahanmurahmeriah.com

Reffi Dhinar mengatakan...

thanks a lot :D

Dian Restu Agustina mengatakan...

Suka ceritanya ! Thanks :)

Reffi Dhinar mengatakan...

terima kasih sudah mampir :)