Dari Wordholic Bermimpi Menjadi Wordpreneur





Saya jatuh cinta dengan aktivitas menulis sejak masih kelas 2 SD. Semenjak bisa membaca tanpa mengeja di usia 4,5 tahun, saya melahap buku apa saja yang ada di rumah. Saya sangat menyukai kata-kata, baik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hobi membaca sejak balita mengantarkan saya pada hobi menulis beberapa tahun kemudian.

 

Tulisan yang dijual

Khayalan-khayalan saya tuliskan menjadi beragam cerita pendek di bagian belakang buku tulis. Saya paling suka menulis cerita dongeng. Bakat menulis tumbuh seiring dengan bakat berbahasa Inggris. Saya sering menjuarai lomba bercerita dalam bahasa Indonesia dan meraih predikat juara hingga tingkat kabupaten untuk English Storytelling.

Entah asalnya dari mana, ada istilah ‘Wordholic’ yang terpikirkan sepintas saja di kepala. Saya menjual cerita ketika memasuki kelas 3 SD. Kebetulan teman-teman sekelas suka membaca cerita yang saya tulis acak di berbagai buku tulis. Sampai mereka bilang, “Bikinin cerita dong buatku.”

Waktu itu saya iseng saja menjawab, “Boleh, tapi kalian harus bayar. Nulis cerita itu capek, soalnya aku juga harus belajar.” Di luar dugaan, mereka mau membeli cerita yang ditulis dengan cakar ayam itu (untungnya mereka masih bisa membaca).

Saya potong kertas bergaris menjadi persegi panjang kecil dan  kovernya dari kertas buffalo warna. Teman-teman sekelas bisa memilih genre dan judul dari daftar yang saya buat. Tiap cerita dihargai 500 rupiah. Saya bisa menabung di kas kelas sampai terkumpul untuk membeli sepatu dari hasil menulis cerita. Kalau dipikir lagi, itu adalah bisnis saya yang pertama. I could earn money from my writing talent, how amazing it was!

 

Benih Wordholic kembali bersemi

Menulis hanya menjadi hobi untuk menuangkan berbagai ide. Seiring berjalannya waktu, saya lebih suka menulis esai pendek dan puisi di buku harian atau jurnal. Saya tidak punya komputer, jadi menulis hanya saya lakukan di buku harian. Jujur saja, meskipun Papa meminta saya untuk ikut lomba menulis, saya kurang percaya diri.

Sampai suatu hari di kelas 2 SMP, saya tidak sengaja ikut lomba menulis review film. Waktu itu sebagai salah satu anggota OSIS, saya wajib mengikuti bedah film berjudul ‘Bend It Like Beckham’. Sebagai putri seorang pecinta film dan bioskop yang diturunkan Papa, tentu saja kegiatan tersebut sangat menyenangkan. Lumayan jadi bisa bolos kelas dan nonton gratis di pendopo kabupaten.


Mulai berpikir kalau saya punya bakat


Setelah film selesai diputar, para penonton yang berasal dari murid SMP dan SMA diminta membuat review yang di bagian isinya perlu dihubungkan dengan masalah sehari-sehari. Saya menyinggung tentang masalah anak perempuan yang sering dibatasi impiannya hanya karena gender, seperti yang dibahas di dalam film. Di luar dugaan, saya meraih juara umum kedua, juara pertamanya adalah murid SMA. Selain piala, saya juga memperoleh uang tabungan.

“Ternyata aku punya bakat ya. Nulis bisa jadi duit,” pikir saya saat itu. Saya terus menulis dan membaca sampai di tahun 2013 novel pertama terbit setelah menjadi finalis sebuah kompetisi nasional. Di tahun tersebut saya juga mulai menekuni blogspot sampai menjadi domain berbayar, alamatnya www.wordholic.com.

 

Mengubah hobi menjadi side hustle menyenangkan

Namanya juga side hustle, maka ketika membangunnya tentu tidak langsung menghasilkan sesuatu yang kita harapkan. Bagaimana saya mengubah aktivitas menulis dari hobi lalu menjadi side hustle bernilai cuan?

 

Find your why

Side hustle memberikan keuntungan yang tidak melulu soal uang. Ada juga yang mengerjakan side hustle untuk personal branding (misalnya membuat podcast dan blog) dan ada juga yang ingin menyusun portofolio.

Ketika kamu menginginkan untuk meraih hasil tertentu dari side hustle, temukan dulu alasan yang mendasarinya. Find your why. Side hustle mungkin akan mengurangi waktu nongkrong ketika kamu harus mengugggah tulisan di blog atau editing vlog. Pendukung utamamu ya niatmu sendiri.



Saat saya memutuskan untuk serius belajar ngeblog, saya ingin agar kebiasaan menulis opini di buku jurnal tidak terhenti. Saya bosan jika harus berganti jurnal. Ngeblog bisa dilakukan di laptop atau smartphone.  Akhirnya alasan semakin berkembang seiring pemahaman saya soal blog. Saya mulai ingin menjadikan hobi ngeblog sebagai tambahan cuan.

Sampai niatan Wordholic Class muncul pun karena saya ingin teman penulis lain bisa belajar dengan cepat, tanpa harus berputar menjalani waktu bertahun-tahun selama saya. ‘Your why’ bisa berubah dan berkembang sejalan dengan pertumbuhan kepribadian dan aktivitas belajarmu.

 

Tuliskan rencanamu

Tuliskan semua rencana untuk menjalankan side hustlemu. Tidak perlu memaksakan diri untuk membuat rencana yang rapi (apalagi jika kamu perfeksionis, maka rilekslah sedikit). Contohnya, jika kamu inign rutin ngeblog, maka kamu harus menyiapkan tema apa saja yang ingin kamu tulis. Susun di hari apa kamu ingin mengunggah tulisan, dan lain-lain.

Saya memikirkan Wordholic Class di tahun 2016. Namun, saya hanya membayangkannya dalam pikiran sampai saya mengikuti rangkaian kelas soft skill Upgrade Learning pada tahun 2018-2019. Saya belajar membuat goal setting dan juga menuliskan rencana lewat vision board.

Ingat meskipun rencanamu sampai ratusan sekalipun, kamu hanya akan menjadi tukang melamun jika kamu tidak menuliskannya. Dari banyak rencana yang sudah kamu tulis, pilih 3 sampai 5 yang akan dijalankan selama periode waktu tertentu.


IG @Wordholic_class

Saat saya hendak mewujudkan ide Wordholic Class di 2019, saya masih memiliki banyak kekurangan untuk soft skill. Maka di tahun 2018 yang saya lakukan adalah mengikuti kelas komunikasi, leadership, hingga cara membagi tugas dengan tim. Saya punya isu dengan masalah kepemimpinan.

Sambil menabung untuk merencanakan event pertama Wordholic Class, saya sudah membuat logo jauh-jauh hari dengan dibantu rekan kantor lama. Satu langkah pertama yang saya lakukan adalah mengadakan free workshop untuk 30 orang. Setelah pandemi melanda, format kelas berubah menjadi daring. Wow, antusiasme merambah hingga bisa menerima murid dari berbagai kota dan negara.


Workshop pertama kali

Menulis rencana lalu susun strategi secara bertahap, dapat memberikan hasil maskimal. Saya tidak ingin menjalankan rencana terlalu banyak sampai kelabakan.

 

Menyortir asupan diri

Setelah tahu alasan kuat untuk menjalankan side hustle, menyusun rencana tertulis, selanjutnya sortir asupan dirimu. Asupan itu bukan tentang makanan dan minuman, melainkan apa yang kita konsumsi untuk otak dan jiwa.

Mulai unfollow akun-akun gosip yang hanya membuatmu malas berkarya misalnya. Cari buku dan artikel yang berkaitan dengan side hustle. Cari akun medsos para tokoh mumpuni yang bidangnya sedangnya kamu tekuni. Serap hal baik dan ilmu mereka, cek siapa saja yang mereka jadikan mentor, cari buku apa saja yang mereka baca.

Akan lebih bagus lagi jika kamu bisa bergabung di sebuah komunitas yang sesuai. Biasanya komunitas ini bisa kamu dapatkan jika ikut kelas dan terhubung dengan orang-orang yang mindsetnya selaras.

Karena saya sedang mengembangkan side hustle di bidang coaching tulisan dan konten, maka saya mencari kelas yang berhubungan dengan dua hal tersebut. Saya baca banyak artikel dan buku tentang blog, digital marketing, novel, dan content writing.

 

Tidak malas untuk upgrade

Wordholic Class yang sudah mulai berjalan menuntut saya untuk terus upgrade tiap tahun. Jika di awal perjalanan saya membagikan pengalaman sebagai content writer, blogger, dan novelis, kini saya juga mulai menyentuh bidang-bidang yang dulu enggan saya tekuni. Cotohnya Wordpress dan membaca buku bisnis.

Saya lebih suka membaca buku biografi, pengembangan diri, dan novel. Bisnis itu tidak saya suka sampai akhirnya ketika saya menjadi founder dan writing coach, maka saya terdorong untuk upgrade. Sejak 2020, saya memiliki dua rekan yang membantu Wordholic Class semakin berkembang. Ilmu dari kelas Managing Task yang pernah saya ikuti, harus dipraktikkan.

Jika kamu ingin meningkatkan level side hustle dari sekadar memenuhi kepuasan batin menjadi sumber rezeki baru, maka kamu harus bersedia untuk menekuni bidang yang dulunya tidak kamu suka.

Upgrade berikutnya adalah mengenai networking. Kamu harus mau keluar dari zona kamar pribadi untuk bergabung dengan komunitas yang mendukung. Job menulis dan mentoring yang saya terima, rata-rata karena teman dan rekan yang melihat saya produktif berkarya. Networking tersebut juga saya dapatkan dari komunitas online.

 


Menginjak tahun ketiga, Wordholic Class telah bekerjasama dengan beberapa mentor berbakat dan juga menghasilkan buku antologi dari kelas-kelas menulisnya. Tim kecil saya juga mulai mendapatkan job menulis untuk agensi lain.

Tentunya saya terus menulis untuk proyek pribadi. Produktivitas dan konsistensi berkarya juga saya jaga agar skill terus meningkat. Karena belajar menggunakan Wordpress, saya pun membeli domain dan hosting murah di Sahabat Hosting yang sudah terbukti kualitasnya.

Jika saya saja bisa merintis impian dari seorang Wordholic menjadi Wordpreneur, pasti kalian pun bisa memulainya. Side hustle apa yang sedang kamu tekuni sekarang? Bagikan pengalaman kalian di kolom komentar ya!

 

2 komentar

Anisa AE mengatakan...

Wah keren kelasnya, hehe baru lihat-lihat di instagramnya tadi. Menarik kelasnya, semoga semakin sukses!

Reffi Dhinar mengatakan...

Terima kasih mbaak, amiin.