Kresek Hitam

Tanganku berusaha membawa kresek hitam itu, tetapi sayangnya terlalu licin. Orang-orang mulai sibuk bergumul melalui pagar. Acara bagi-bagi sembako ini berjalan ricuh.

"Kamu harus dapat bingkisannya, Le. Lumayan buat kebutuhan beberapa hari ke depan," pesan Simbok padaku.

Kebutuhan dapur sudah menipis. Aku harus memperoleh sumbangan lebaran itu. Gula pasir dan minyak goreng dalam satu kresek hitam berukuran sedang.

Ternyata tak hanya keluargaku yang merasa kekurangan. Pak Rahman, juragan angkot yang kaya raya itu malah ikut mengantri.

"Lumayan, Wan. Kapan lagi bisa dapat gratisan?"

Cih, orang kaya mental miskin seperti ini yang membuatku muak. Pak Rahman terus mendorong. Lalu terdengar suara retakan dan teriakan.

"Sembakonya cuma sedikit. Ayo maju semua!" teriak seseorang.

Seperti disengat lebah, orang-orang di belakangku beringas berusaha maju ke depan. Ada sesuatu yang bergerak, menyisakan sakit sedemikian hebatnya.

Tiba-tiba antrian yang padat mulai terurai. Kresek hitam yang terjatuh di jalan sangat sulit kusentuh. Aku menoleh ke kanan dan kiri, tidak ada yang mencari kresek hitam ini.

"Le, banguN Le. Toloong, ada korban terinjak di sini!"

Pak Rahman menggendong tubuhku. Lalu aku siapa? Kresek hitam di bawah kakiku tak bisa kusentuh. Tanganku menembus udara kosong.

2 komentar

Diah Dwi Arti mengatakan...

uhuk...inilah akhirku.

Reffi Dhinar mengatakan...

sad ending ^^